Malang, Januari 2018
Kembali ke kota ini mungkin hal yang tidak pernah aku bayangkan. Sempat terpikir mungkin hanya kebetulan yang akan membawaku kembali ke Malang, setelah kejadian tidak menyenangkan bersama Disty. Ketika akhirnya aku harus mengubur perasaanku dalam-dalam.
“Ki, tanggal 5 besok kamu berangkat ke Malang ya? Stay di sana selama 2 bulan. Ada yang tidak beres dengan laporan Adit.” Ucap atasanku dari sambungan telpon yang aku terima di malam pergantian tahun.
“Ok,” sanggupku.
Maka di sinilah aku, kembali ke Malang. Kota yang selama 3 tahun ini sangat kuhindari tapi sekaligus kurindukan.
Aku menutup laptopku, melepas kacamata dan memijat pelipisku pelan. Aku beralih ke balkon kantorku saat ini. Ruanganku terhubung langsung dengan balkon yang menghadap ke arah jalan. Dari sini aku dapat melihat Jalan Wilis. Jalan yang biasa aku lalui saat akan berkunjung ke rumah Disty.
Dis, aku kangen kamu.
Seharusnya aku bisa menghubungi Disty sekarang. Entah gengsi atau kembali takut dengan penolakan, aku lebih memilih bermain-main bersama kenangan. Jika Tuhan mengijinkan, aku ingin satu pertemuan dengan Disty. Satu pertemuan yang tidak diduga.
Oh, mungkin aku harus memulai mengunjungi tempat favorit Disty. Nanti malam mungkin aku bisa mengunjungi Houtend Hand, lagi setelah tiga tahun. Mungkin aku akan bertemu dengan Disty yang sedang menyesap Chocorado favoritnya.
Mungkin.
...
Disty duduk di kursi bar Houtend Hand. Ia menyebut pesanannya, Chocorado. Malang saat Januari selalu lembap. Ia mencomot marsmellow yang menghiasi Chocorado. Ini adalah kali pertama sejak tiga tahun lalu ia kembali duduk di meja bar ini.
Ia sedang merindukan Rizky, tetapi terlalu takut untuk mengunjungi tempat ini di malam hari. Houtend Hand menjelang malam adalah kenangan yang mampu mempora porandakan hatinya. Meskipun sebelumnya ia sangat menyukai tempat ini.
Maka di sisa cutinya ia memilih menghabiskan sore di sini. Meminum cokelat dan mencoba mengingat hal menyenangkan dari tempat ini. Sisa kenangan manis yang mungkin bisa ia sesapi. Ia masih ingat pertengkarannya dengan Rizky di sini, yang akhirnya membuat Rizky pergi meninggalkannya malam itu.
Pertengkaran yang seharusnya tidak perlu terjadi. Seandainya ia lebih merendahkan egonya, sedikit saja. Dan kembali, ia selalu merindukan laki-laki berkacamata dengan lesung pipi itu.
Wah, Houtend Hand!
BalasHapus