Langsung ke konten utama

Garis Akhir yang Memulai

pic sources pexels.com

Namanya Ayumi, aku biasa memanggilnya Ay. Beberapa orang menganggap Ay artinya Ayang, mereka benar tapi tidak bagi dia.

“Raka, makan siang bareng yuk,” sapa Ayumi, yang sudah berdiri di depan kubikelku.

“Di mana?”

“Soto Betawi di blok sebelah ya. Anak naga lagi ngidam Soto nih,” katanya sambil terkekeh. Aku menggeleng. Nih, cewek makannya banyak tapi tetep langsing aja. Perutnya dari apa sih?

Aku melangkah ke luar kubikel, mengikuti Ayumi yang sudah ke luar ruangan. Saat aku berniat mengambil motor, Ayumi mencegah.

“Jalan kaki aja yuk. Aku pengen jalan agak jauh,” cegahnya.

Tumben?

Kami sudah dekat sejak lama. Sejak Ayumi mulai bekerja di kantor ini. Aku adalah seniornya, sementara dia adalah juniorku. Meskipun usia kami tidak jauh berbeda.Kami dekat sejak sering ditugaskan bersama. Mulai dari monitoring ke cabang hingga meeting bersama masalah pelaporan keuangan kantor. Tugasnya sebagai Staff Accounting di perusahaan ini dan aku sebagai Internal Auditor membuatku sering bersinggungan dengannya dalam urusan pekerjaan. Dan entah sejak kapan, hati ini pun selalu ingin bersinggungan. Cewek yang hobi makan, jalan dan difoto ini membuatku rela mengesampingkan pekerjaan demi menemaninya. Seperti siang ini makan soto betawi, padahal deadline dari Pak Eko sudah menunggu.

“Raka, kamu pernah patah hati?” tanya Ayumi tiba-tiba.

Aku tersedak. Nih, cewek kenapa lagi?

“Hmm, pernah lah. Kenapa?”

“Enggak papa,” ucapnya. Lalu kembali terdiam, menghabiskan soto betawinya dalam diam.

Aku tidak berani bertanya lagi. Aku ikut diam. Bahkan setelah menghabiskan soto betawi.

“Ka, gak usah balik ke kantor dulu ya,” katanya saat melihat aku menyingkirkan mangkok soto betawi yang sudah kosong. Aku hanya mengangguk, mengamini.

“Ka, patah hati itu sakit banget ya?,” katanya, sambil menerawang ke arah luar warung soto betawi. Aku yang sejak tadi hanya diam, sambil membaca email di handphone terkejut. Nih, anak sebenarnya kenapa sih.

“Kamu kenapa Ay?” akhirnya aku bertanya.

“Kamu masih ingat Lie kan?” tanyanya.

Aku mengangguk. Ayumi, bagaimana aku lupa dengan laki-laki yang kamu ceritakan sepanjang waktu itu. Bagaimana aku lupa, bahwa kamu mencintainya dan sepertinya tidak akan pernah memberikan  kesempatan bagi laki-laki lain untuk mendapatkan cinta yang sama darimu seperti dia? Ayolah Ayumi, kamu masih ragu dengan pengetahuanku tentangmu?

“Kenapa dengan dia?”

“Semalam akhirya kami putus.”

Aku tahu, saat ia mengucapkan kalimat itu ia menangis. Titik bening itu meluncur dari sudut matanya. Tapi, bolehkah Ayumi aku bersorak hore sekarang? Menari di depanmu mungkin. Tapi urung aku lakukan, maka yang terucap adalah, “Ay...”

“Kami putus, Ka..dan rasanya sakit sekali,” katanya sembari memegang dadanya. Sorak yang ingin kurayakan tadi urung kulakukan.

Aku terdiam. Melihat Ayumi menangis cukup membuatku berantakan.

Ayumi mengambil tisu. Menghapus sisa air matanya. Ia mengajakku kembali ke kantor, dan sepanjang perjalanan kami hanya diam. Ia sibuk dengan pemikirannya begitu juga denganku.

Hari ini sudah seminggu sejak makan siang kami yang berujung saling diam. Tak kudengar Ayumi heboh di kubikelnya. Ayumi menjadi pendiam, dan itu bencana bagiku. Aku lebih bahagia menemani dia makan dari satu tempat makan ke tempat makan yang lain. Menemaninya nonton film drama di bioskop, padahal aku membenci genre film itu. Menurutinya hunting foto di sepanjang Splindid atau sekadar duduk di trotoar di Jalan Ijen. Menemani kegilaannya, dan aku melakukannya tanpa beban.
Melihatnya sekusut ini membuatku berantakan.

“Ka, si Ayumi kenapa? Seminggu ini kelihatan berantakan sekali. Diem muluk di kubikel. Kalian lagi bertengkar ya?” berondong Puput.

Aku menggeleng,  “Enggak, kok.”

“Kok kalian aneh, biasanya sama-sama ini kok jalan sendiri-sendiri. Kamu nembak dia terus kamu ditolak ya?”

Aku memandang kesal ke arah Puput. “Kamu kalau enggak bisa diam, jangan salahkan kalau report kamu aku tolak semua loh.”

Puput nyengir mendengar ancamanku, lalu berlalu dari kubikelku. Tak urung ucapan Puput membuatku melihat ke arah Ayumi. Ia tampak berantakan, berusaha memenuhi mejanya dengan penuh dokumen. Aku tahu, ia hanya ingin membunuh waktu.

Saat pulang kerja, aku melihat Ayumi berjalan terburu-buru meninggalkan ruangan. Aku setengah berlari mengejarnya.

“Ay...” teriakku, saat melihat Ayumi akan keluar dari gedung kantor kami.

Ayumi reflek berhenti. Menunggu aku menghampirinya.

“Ada apa?”

“Aku antar pulang yuk..” ajakku.

“Tapi...” Dia melihat ke arah luar. Di depannya berdiri seseorang yang tidak pernah aku temui.

“Oh..” aku berusaha paham.

“Farhan sini, kenalkan ini Raka.”

Laki-laki yang dipanggil Farhan itu mengulurkan tangan ke arahku. Lalu kusambut dengan hangat.

“Farhan.”

“Raka.”

Dan aku tahu. Laki-laki itu bukan seseorang yang biasa. Aku melambai pelan saat Ayumi berlalu dariku. Aku memandang ngilu ke arah mereka. Farhan? Siapa lagi dia. Ayolah, Ayumi setelah Lie pergi pun aku harus bersaing dengan laki-laki lain lagi. Kapan kamu memberi kesempatan itu padaku?

Sore ini aku sadar. Seharusnya aku lebih jujur, jika aku selalu berharap lebih kepada Ayumi. Semoga belum terlambat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berlibur ke Malang Selama 24 Jam? Berikut Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi

Kota Malang memang penuh daya tarik maka tidak heran jika setiap hari selalu saja wisatawan yang datang untuk berkunjung ke kota ini. Malang memang berbeda, meskipun di beberapa tempat mulai macet tidak mengurungkan niat pecintanya untuk berkunjung. Jika kamu berniat berkunjung ke kota Malang hanya sehari, itenary ini bisa menjadi pertimbangan buatmu. Yuk, mari! 06.00 – 07.30, Jalan Kawi Mengisi perut dengan sajian khas kota Malang bisa menjadi alternatif buat kamu. Salah satu yang khas dari kota Malang adalah Pecel Kawi, yang berada di Jalan Kawi. Jika kamu tidak seberapa suka Pecel, di sepanjang jalan Kawi banyak kuliner lainnya. Lokasinya pun masih satu tempat dengan Pecel Kawi, ada Nasi Buk Madura, Widuri yang menyediakan masakan campur, dan Nasi Krawu. 08.00-10.00, Alun-Alun Puas dengan sarapan khas kota Malang. Kamu bisa mencari angkot LG menuju arah pusat kota. Ada Alun-alun, dan Tugu 0 kilometer di bawah jembatan penyebrangan. Tidak perlu khawatir, di alun-alun

Sebelum Menikah Pastikan Kamu Sanggup Meminta Maaf

Pernikahan/copyright pexels.com Apa tanda kamu sudah siap menikah? Saat kamu sudah sanggup meminta maaf untuk hal yang sepele. Saat kamu sanggup meminta maaf untuk hal yang sebenarnya tidak kamu lakukan. Saat kamu merendahkan egomu lalu meminta maaf. Well, tema pernikahan sepertinya lagi hangat diperbincangkan. Adalah teman saya chatnya muncul di tengah malam. Katanya, sibuk gak? Hmm, firasat tidak enak mungkin firasat diprospek MLM cukup membuat saya merasa tidak nyaman saat harus menerima chat dari teman lama. Ternyata malam itu, teman saya sedang butuh telinga. Ia ingin curhat. Perbincangan yang awalnya lewat chat whatsapp berlanjut ke telpon. Ia menelpon lama sekali, awal saya mendengar suaranya cukup jelas namun lama-lama berubah serak. Ia menangis. Ia menangisi mantannya yang besok kabarnya akan menikah. Hmm, ya kalau sudahjadi mantan kenapa menangis? Usut punya usut, ternyata hubungan mereka belum selesai. Ada masalah yang menggantung. Ya, meskipun saya melihatn

Hari Bersama Sheila On 7, Pengalaman Pertama Nonton Konser

Tanggal 22 September 2016 adalah hari bersejarah buat saya. Bukan, saya tidak mendapat promosi jabatan atau Partner akhirnya melamar saya. Tapi pada tanggal tersebut saya berkesempatan untuk nonton konser. Yeay! Umur yang hampir menginjak angka 30, baru kali ini saya menonton konser. Hahaha. Norak? Iya, biarin. Yeay..foto dulu sebelum nonton konser | c: @perihujan_ Berawal dari rasa kecewa karena batal ke Jakarta, akhirnya saya menerima ajakan teman untuk nonton konser Sheila On 7 di Graha Cakrawala UM pada tanggal 22 September kemarin. Saya datang ke konser tanpa ekspektasi apa pun. Hanya saja sepanjang hari, di kantor saya memutar lagu-lagu Sheila On 7 sekedar mengingat lagu-lagu mereka kembali. Yeah, saya memang agak buruk soal musik. Selain suara sumbang saya, enggak ada yang dapat saya banggakan dari pengetahuan musik saya. Jika menurut jadwal acara, Sheila On 7 seharusnya mulai naik panggung pukul 9 malam. Tapi nyatanya hingga hampir pukul 10 malam, Duta dan g