Siang
tadi sewaktu istirahat, saya mendapat telepon dari sahabat SMP. Dia bercerita,
telah menikah dua bulan yang lalu dan meminta maaf karena tidak bisa mengabari.
Saya heboh sendiri, kebahagiannya tiba-tiba menular begitu cepat kepada saya.
Dan
yang paling mengejutkan adalah, pria beruntung yang menikahinya adalah juga
teman saya sewaktu SMP dulu. Teman satu bimbingan belajar.
Tidak
bisa saya bayangkan, bagaimana mungkin mereka bisa memutuskan untuk menikah,
mengingat mereka dulu sudah seperti tokoh tikus dan kucing di film kartun Tom
dan Jerry, tak pernah akur.
Setelah
ngobrol ngalor-ngidul,
akhirnya saya bertanya padanya.
Pertanyaan sama yang selalu saya berikan kepada teman-teman saya yang telah
memutuskan untuk menikah,
“Bagaimana
kamu yakin, bahwa dia adalah yang terbaik untukmu? Dan kamu memutuskan untuk
bisa mencintainya setiap hari?“
Sedikit
bergumam, seakan lama untuk berkata, akhirnya ia menjawab:
“Aku yakin, karena aku percaya bahwa aku mampu
mencintainya setiap hari seperti pertama kali aku mengenalnya. Dan satu hal yang
pasti, dia bisa menerima apapun kelemahanku, untuk itulah ia pantas mendapatkan
apa yang lebih dari diriku“
Aku hanya
bisa tersenyum dan bertanya pada diri sendiri, “sebegitu sederhananya-kah arti
dari kesakralan ikatan cinta?”
Apa
saya bisa? Entah mengapa, tiba-tiba saja saya meragu, mengingat saya yang
terkadang masih begitu egois. Tapi, entah sampai kapan saya terbang dengan satu
sayap. Cukuplah seperempat abad saya lalu-lalang mencari setengah dari sayap
ini. Dan saya berharap, kelak, setengah sayap itu adalah dia, ya, dia pria yang
saya kenal di salah satu jejaring sosial.
Pada
akhirnya, merawat segala duka dan mencintai kelemahannya, sama seperti aku mencintai
kelebihannya, ah, seandainya semua itu semudah membalikan telapak tangan. Dan
malam ini, kembali saya teringat dengan dia yang berada jauh di sana. Terhalang
jarak dan waktu, ya, saya harus bersabar dengan semua ini.
Bukankah
jarak hanya ukuran yang dibuat oleh manusia? Lalu mengapa saya harus takut? Atau mungkin, ini hanya cara Tuhan memeluk saya dan dia, bahwa
cinta; tidak seindah yang kita angankan, atau hanya sekadar permainan ingatan.
pic : google.com
editor by : Tody Pramantha
Komentar
Posting Komentar