Rasanya baru kemarin saya menangis di sudut Ruang Poli Paru, mendengar Dokter memvonis saya dengan Pleural Effusion. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan paru-paru saya, yang saya ingat saat Dokter menjelaskan tentang penyakit saya ada tumpukan beban yang menghantam jantung saya. Takut, bingung dan merasa putus asa. Maka belum selesai Dokter menjelaskan penyakit saya, para suster di ruang tersebut sibuk menenagkan tangis saya dan kakak yang menunggu di luar ruang bingung melihat saya menangis segugukan.
Hari itu di awal Oktober, saya harus opname untuk mendapat perawatan intensif. Perjuangan pun di mulai. Saya sebenarnya senang akhirnya penyakit yang saya derita menemukan namanya, setelah hampir tiga bulan saya tidak tahu mengapa berat badan saya susut hingga 8 kilo, mengapa saya tidak mampu menelan satu makanan pun, mengapa batuk saya tidak kunjung sembuh meski sudah berobat, mengapa kepala saya selalu sakit, mengapa saya tidak dapat berjalan terlalu jauh, mengapa saya selalu sesak nafas, mengapa saya selalu muntah, dan mengapa lainnya.
Sehari setelah saya di rawat, dan cairan dalam paru-paru diambil kondisi badan saya membaik. Sesak nafas pun sudah tidak saya rasakan lagi. Dan yang membuat saya bahagia, batuk yang hampir tiga bulan menemani saya hilang tidak bersisa *sungkem dengan Oom Rustam*
Saya pikir setelah semua proses perawatan berakhir, saya sudah terbebas. Ternyata salah, saya masih harus menjalani pengobatan sampai 6 bulan ke depan. Masih ingat bulan pertama masa pemulihan, saya tidak memiliki selera makan sedikit pun. Sementara berat badan makin susut. Tidak mau makan tetapi harus minum obat dan itu artinya saya terpaksa harus makan. Iya, makan adalah kewajiban saat itu. Saat tidak memiliki selera makan tapi dipaksa makan, betapa menyebalkan hal itu. Oh, mengingatnya saja rasanya saya ingin menangis. Dengan minum obat 7 kali sehari bisa kalian bayangkan betapa tersiksanya saya. Iya minum obat 7 kali dengan jam minum yang tidak boleh bergeser sedikit saja.
Bangun tidur dengan mulut yang masih enggan mengunyah saya harus minum obat. Setiap selesai minum membuat perut saya bergejolak dan jika tidak ditahan akan membuat saya muntah. Sebulan penuh perjuangan, kaki saya sulit digerakkan setiap berjalan seperti ada jarum yang menempel di telapak kaki saya. Sakit. Setelah saya konsultasikan kepada Dokter, beliau mengatakan bahwa hal tersebut merupakan efek dari obat yang saya minum.
Setelah dua bulan masa pengobatan, resep pun diganti. Ada dua obat yang tidak lagi saya minum, efeknya sakit pada kaki saya berkurang dan sekarang tidak terasa sakit lagi. Sekarang setelah dua bulan sejak ganti resep ada satu obat yang ternyata memberi efek rontok pada rambut. Jika kemarin rambut saya rontok karena stres dan sempat hilang setelah perawatan di RH, sekarang rontok pada rambut saya semakin parah tanpa di sisir pun rambut sudah rontok. Sekarang jangan ditanya setipis apa rambut saya, dan paling menyedihkan banyak uban tumbuh selama masa pengobatan kali ini.
Saya sempat berpikir mungkin saya terlalu parno dengan efek pengobatan karena berkali-kali Dokter mengatakan tidak ada efek yang mengkhawatirkan dari proses pengobatan ini. Saya tidak langsung percaya, mungkin Dokter hanya ingin menenangkan saya. Nyatanya setelah saya googling, pengobatan paru-paru bisa memiliki efek yang berbeda pada setiap penderitanya. Dan efek yang saya alami umum dialami penderita seperti saya *senderan di pundak Oom Rustam*
Sekarang setelah empat bulan masa pengobatan dada saya sudah tidak sesakit dulu, nafas saya juga mulai teratur, dan yang membuat bahagia akhirnya saya dapat berjalan agak jauh tanpa merasa lelah. Sehat ternyata menyenangkan :D
Saat ini di tas saya selalu ada kotak berisi obat beserta catatan kecil jam berapa saya meminum obat-obat tersebut. Sekarang setiap pagi olahraga, senam pernapasan dan mulai aerobik, meski sekedar lompat-lompat hore. Dan sekarang saya menghindari segala cemilan yang mengandung micin, meski akhir-akhir ini sedikit bandel mulai jajan bakso lagi XD
Jika mengingat kembali kejadian tujuh bulan lalu (total saat saya mulai merasa sakit) rasanya tidak percaya bahwa saya dapat berjalan sejauh ini. Masiih diberi kesempatan untuk bahagia, masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Masih ingat kata-kata dari seorang teman saat saya mengeluh kan penyakit saya dulu;
“Sakit itu peluruh dosa. Bersyukur masih diberi sakit.”
Dan entah mengapa saya merasa sangat beruntung. Selamat malam, dan alarm di handphone saya berbunyi. Waktunya minum obat :D
Komentar
Posting Komentar