Aku
memutar gelas iced coffeeku yang belum kuminum sama sekali. Minuman kegemaranku
dan juga Dia. Aku memandang keluar area warung waralaba itu. Hari ini tepat
lima bulan aku dan dia bertemu tanpa sengaja di tempat ini. Pertemuan yang tak
pernah kami duga, karena setelah hampir dua tahun aku dan dia hanya bertukar
sapa di linimasa. Dan sesekali mengetahui dimana satu sama lain berada dari
check in yang tertinggal di foursquare.
Semua
berbeda.
Aku
membuka akun twitterku, berharap menemukan obrolannya bersama Fania terekam di
sana. Setidaknya kicauannya menandakan bahwa semua berjlan dengan normal. Tetapi
kosong, tak ada satu pun kicauannya kutemukan di linimasa. Ragu aku berniat
membuka akunnya tapi urung. Aku tak ingin ia menyadari jika aku terlalu sering
memantau linimasanya. Ketakutan yang lucu, padahal rutinitas ini sempat menjadi
candu bagiku.
Handphoneku
kembali aku letakkan di samping french fries yang sudah dingin. Ada kosong
sejak ia memutuskan kembali bersama Fania. Kembali memperjuangkan jarak yang
hampir membuatnya limpung.
Aku sedang tidak cemburu kan?
Aku kembali meraih handphoneku, membuka
aplikasi whatsApp dan mencari-cari namanya di urutan teratas contact listku. Aku
melihat status online nya. Pasti dia sedang bercengkrama bersama Fania, siapa
lagi? Aku berasumsi.
Aku
mengetik satu pesan untuknya, kubaca lalu kuhapus kubaca lagi dan kuhapus lagi.
Dan aku menyadari tak satu pun pesan berhasil aku tulis. Sesulit inikah memulai
obrolan bersamanya? Padahal dulu tak ada alasan untuk bercerita apa saja
bersamanya, saling meledek lewat voice note dan tak pernah mampu mengakhiri
setiap obrolan yang kami lakukan.
Tetapi
itu dulu.
Sebelum
ia memutuskan untuk kembali bersama Fania, dan aku harus berpura-pura telah
memiliki seorang lelaki yang kusebut sebagai kekasih. Tersenyum bahagia
mendengarkan ia mengumbar betapa beruntungnya ia memiliki Fania, dan aku pun
menepi.
Ada
yang menusuk ulu hatiku. Perih.
Aku
mengusap air mata yang hampir jatuh. Bodoh, runtukku.
Aku
membuka history chatku bersamanya, sudah dua bulan berlalu sejak pesan terakhir
yang kukirim saat ia mengeluhkan sakit dan harus ke Bandung untuk bertemu
Fania. Dan sejak itu aku menyadari, tak akan pernah ada celah untukku.
Aku
melihat kearah kursi tempat ia menungguku dulu, tempat ia mengamatiku dari
jauh.
Aku
kangen kamu.
Dan
yang berhasil kukirimkan adalah; “Hai.”
Nb : Serial terbaru D.
Komentar
Posting Komentar