Biarkan aku berbahagia dengan sendiriku, meski aku tahu bersamamu aku akan jauh lebih baik -- @perihujan_
Aku meletakkan segelas Iced coffee dan French fries di meja paling pojok di warung laba ini. Meja yang
berada di dekat kaca lantai dua, tempat yang aku pilih untuk melihat riuhnya
Malang pada malam hari. Seperti malam ini, dan malam sebelumnya. Ketika aku
membutuhkan sendiri.
Aku mengaduk Iced coffeeku, dan meraih hanphoneku
lalu membuka aplikasi foursquare untuk check in.
‘I am at MCD Kayutangan, Malang –
East Java’
Kebiasaan yang selalu aku
lakukan ketika aku berkunjung di suatu tempat. Tak peduli, meski tak akan ada
satu pun yang peduli aku berada di mana.
Aku membuka akun twitterku,
beberapa akun menghiasi lini masaku. Salah satunya kamu.
Aku membuka akun twittermu dan
memulai menjadi stalker, kegiatan
yang tanpa kusadari menjadi rutinitas sejak dua bulan ini. Sejak kamu menjadi
rutinitasku. Seperti yang sering kali kukatakan padamu, tak ingin tahu bukan
tak peduli yang tak bertanya pun bukan karena tak ingin tahu Ia hanya ingin
memenangkan ego.
Ada notifikasi pesan masuk dari
handphoneku. Aku tersenyum, itu kamu.
“Sedang apa D?”
Pertanyaan standar, dan mungkin
saja basa-basi. Tapi aku selalu menunggu, basa-basi itu. Meski kelewat basi,
aku tahu ada lega setiap kamu ingin tahu tentang kabarku, tentang apa yang aku
lakukan.
“Lagi mojok di sudut favorite.”
Balasku
Ia membalas dengan emot senyum.
Dan berlanjutlah obrolan tak penting, khayalan yang mungkin akan selamanya
hanya menjadi mimpi. Sayangnya, semakin hari hal ini sering membuatku
merindukanmu dengan terlalu.
Aku kembali mengaduk Iced Coffeeku, tinggal setengah dan French friesku hampir habis. Aku kembali
membuka aku twitterku, menjelajah
lini masa. Teringat awal mengenalmu, hampir setahun lebih kamu hanya menyamber semua twitku. Dan di Februari
yang gerimis aku memutuskan untuk mengklik tombol follow di akunmu.
“Hai, terima kasih sudah follow balik twitterku.” Mention yang kubaca disela aku menunggu angkot yang
akan mengantarku pulang ke kos pada malam yang gerimis itu.
Kita, hanya berbalas mention saling meledek di antara riuhnya
linimasa. Hingga sebuah DM mucul di pertengahan Maret di tahun pertama kita
berteman di dunia 140 karakter ini.
“Bagi nomor Whatsapp atau line dong.”
Kamu tahu sejak saat itu banyak
kupu-kupu yang terbang di perutku kala menemukan satu pesan darimu.
Dan malam ini, aku kembali
tertawa membalas semua pesan yang kamu kirim di Whatsapp. Tak sabar menunggu balasanmu. Tak mempedulikan pandangan
heran pengunjung Mc Donald malam ini.
Aku tak pernah merasa sendiri
jika ada kamu.
Aku melihat jam di pergelangan
tanganku. Sudah tiga jam lebih aku duduk di pojok favorite ini. Menyesapi Iced Coffee dan berbincang apa saja
bersamamu. Kamu, selalu membuat waktuku cepat berlalu. Mungkin benar bahagia sering
membuat waktu berjalan cepat.
Aku merenggangkan badanku. Berdiam
dan menekuni handphone ternyata
membuat badanku kaku.
Aku kembali membuka akun twitter
, hendak mengetik sebuah twit. Tangan berhenti ketika aku membaca twit darimu.
“Kamu”
Aku segera membuka twitpic kamu. Ada yang berdesir aneh,
dadaku hampir meledak itu aku di pojok
favorite. Aku menyusuri ruangan ini, dan menemukan laki-laki bertopi dengan
kaca mata yang membingkai matanya duduk di seberang meja favoriteku.
Kamu.
“Dasar bodoh.” Kataku.
Dan aku melihat sebaris
senyummu.
“Aku sudah di sini, sebelum kamu
duduk di pojok favoritemu itu.” Tulismu di Whatsapp
yang baru saja kuterima.
Jadi?
Pasuruan, 04 Oktober 2013.
Komentar
Posting Komentar