Aku mengaduk
floatku. Sudah hampir setengah jam aku berada di restoran waralaba milik paman
sam ini. Mengingat kejadian setahun yang lalu, peristiwa yang membuatku mati
rasa dan tak lagi mampu membedakan rasa manis dan pahit. Dan keberanianku untuk
menemui Dia di restoran ini setahun lalu adalah rekor dalam pertemananku dan
Dia.
Dengan
hidangan yang sama, float dan kentang goreng aku mengenang peristiwa itu.
Tetapi setahun yang lalu aku tak sendiri, ada Dia disini, duduk di depanku
seperti seorang polisi mengintrogasi buronannya. Bertanya banyak hal, semua hal
yang ingin aku simpan sendiri tanpa ada orang lain yang tahu termasuk Dia.
Siang
itu adalah rekor pertemuan pertama kami, setelah pertemanan semu kami di dunia
maya. Benar-benar absurd, di dunia maya pun aku menjadi orang lain bukan diriku
sendiri. Berharap sisi lain dari diriku dapat Dia terima.
“ Kamu mengenal nomor ini ? “
tanyaku waktu itu, sambil menyebutkan deretan angka.
Ada rona kaget diwajahnya, “ ya “
“ Nomor Shanti ? “ tanyaku lagi
Dia mengangguk.
“ Tapi, bagaimana kamu tahu kalau
nomor itu adalah nomor Shanti? Oh....pasti dari kemiripan nomor HP ku dan dia “
tebaknya.
Aku menggeleng.
“ lalu ? “
“...”
Dia mengaduk sundaenya, dalam diam. Aku melirik ke
arahnya, kami begitu dekat tapi kenapa aku merasa jauh dan semakin tak dapat
menggapainya.
“Kamu mengenal Nugroho? “
tanyaku, setelah hampir 10 menit kami terdiam.
“Siapa lagi itu?”
“Yang aku tahu, dia adalah teman
SMA Shanti, sampai sekarang aku tidak mengerti alasan Shanti meminta Nugroho
untuk mencariku, memaksa Nugroho untuk masuk dalam kehidupanku. Menjadi temanku
disaat hatiku sudah kamu buat remuk redam, menjadi teman yang mungkin paling
mengerti betapa aku sangat kecewa padamu “ ucapku, sambil membuang muka. Aku
tak ingin Dia melihatku membendung air mata yang mungkin sudah jatuh.
“Dis, kenapa kamu tidak pernah
cerita tentang masalah ini? aku temanmu kan? dan ini berhubungan denganku.
Kenapa kamu begitu sakit hati padaku Dis? “
“Dan kapan itu terjadi?“
lanjutnya.
“Apakah akan merubah semuanya? Apakah
akan mengembalikan kamu tetap menjadi temanku?“ elakku.
Dia
menghela napas, sesak. Yang tersisa adalah sepi, kami terbenam dalam pikiran
kami masing-masing.
Ada
banyak hal yang ingin aku sampaikan pada saat pertemuan itu. Tapi semua tak
sanggup aku ungkapkan. Betapa pun waktu itu aku sangat tersiksa dengan teror
yang dilakukan oleh Shanti dan Nugroho. Aku terlalu menyayangi Dia, hingga aku
tak ingin ia bersalah atas pilihannya. Aku ingin Dia mengangap pilihannya
adalah terbaik. Mungkin, terlihat buruk dihadapannya bukankah itu lebih baik,
daripada ia merasa simpati padaku hanya karena kasihan. Dan aku lebih memilih
mundur waktu itu.
Pikiranku
melayang ke peristiwa 5 bulan sebelum pertemuanku dan Dia di restoran waralaba
ini. Peristiwa yang membuatku menangis semalaman, dan tak henti-henti
menyalahkan diri.
“Aku hanya ingin memastikan saja
Raf, benarkah kamu yang SMS kemarin ? benarkah kamu yang memberi pesan offline
di YM kemarin sore?“ tanyaku, aku
menahan air mataku yang hampir pecah.
“ Iya...”
Dan aku menangis.
“ Tapi hanya sms yang pertama
saja, yang kedua kamu tahu sendiri kan...? “ ralatnya cepat.
“Shanti..?” tanyaku. Dengan suara
yang kubuat sewajar mungkin. Aku tak ingin dia tahu aku menangis.
“Dis, sungguh aku minta maaf. Aku
lupa tidak menghapus SMS mu, aku lupa membiarkan pembicaraan kita di YM terbaca
oleh Shanti. Dis, maafkan aku...”
Aku kacau, aku tak dapat berpikir
dengan baik. Bukankah aku adalah temannya? Mengapa Dia begitu rapi menyimpanku,
kenapa Shanti begitu cemburu padaku? Apa yang salah dari hubungan kami?
“Dis...”
“Seharusnya aku yang meminta
maaf..”
“...”
“Makasih ya Raf, telah menjadi
temanku. Aku janji ini adalah telpon terakhirku. “
Memang benar itu adalah telpon
terakhirku kepada Dia, sebelum akhirnya Dia menelponku meminta untuk bertemu
setelah lima bulan dari telpon terakhir itu. Dan akhirnya kami berjanji untuk
bertemu di restoran ini. Kami yang tidak pernah bertemu. Aku tertawa saat
mengetahui bahwa Dia begitu terkejut atas kenyataan bahwa aku adalah gadis yang
sering ia temui di perpustakaan, kantin dan setiap jengkal kampusnya. Dan aku
adalah gadis yang menemaninya menjalani hukuman panitia OSPEK waktu itu.
Aku
benar-benar tak habis fikir, pertengkaran Rafli dan Shanti yang aku lihat dari
ruang praktikum adalah pertengkaran mereka tentang aku. Tentang chatting dan SMA
jadwal terbit komik Detektive Conan
terbaru, dan betapa semakin serunya petualangan Luffy dan kelompok bajak
lautnya. Apakah aku terlalu membuat Shanti begitu cemburu ?
Aku
membaca SMS Rafli yang dikirim oleh Shanti untukku.
“ Jangan pernah telpon, SMS, dan chatting
denganku lagi !!!! “
Dan
aku membenamkan wajahku ke bantal, sore itu aku menangis sejadi-jadinya.
Aku
mengaduk floatku yang tinggal seperempat, berharap menemukan choco chipnya. Aku
mengaduk tasku mencari handphoneku. Saat dari Ipodku melantunkan lagu Yovie and
Nuno yang Sempat Memilki, aku
memencet tombol menu pada handphoneku.
Menu, phonebook, Rafly’IJO’,
option, delete
“ Are you sure to delete Rafly’IJO’ ? “
Dari Ipodku Dikta mengalunkan
lagu.
“ Aku hancur, ku terluka namun engkaulah nafasku.
Kau cintaku, meski aku bukan dibenakmu lagi.
Dan kuberuntung sempat memilikimu. “
Ok.
Tanpa
sempat menyadari ada Dia di kursi tempat kami bertemu setahun yang lalu, aku
meninggalkan tempat kenangan itu. Aku tak mungkin mengingat-ingat Dia terus kan?
Pic : google.com
Komentar
Posting Komentar