Aira membetulkan letak topi
petaninya, sambil mengumpat dia berjalan menuju ruang auditorium fakultasnya.
Hari ini adalah hari terakhir kegiatan OSPEK di kampusnya, pembodohan menurut
kamus Aira. Sudah cukup selama hampir satu minggu Aira berdandan seperti
pemulung. Baju warna putih, rok hitam, jas almamater, topi petani warna hijau, kepang rambut sepuluh
ikat, kertas warna kuning bertuliskan namanya yang dikalungkan dilehernya,
belum lagi tas buntut dari kain goni yang diwinter warna kuning berisi penuh
air mineral 500 ml, air kuning 1300 ml, pisang merah dempet, buku tulis khusus
untuk mengumpulkan tanda tangan dari senior, dan alat musik ecek-ecek yang
terbuat dari tutup botol minuman.
Aira
duduk bersebelahan dengan Denia, teman seangkatannya yang ia temui waktu daftar
ulang dan bertekat berjanji bakal jadi sohib paling klop di angkatannya.
“Den, ngapain sih kita disuruh
masuk lagi? sumpah aku paling muak dengan kegiatan
indor. Pasti ceramah lagi“ umpatku sambil memijat-mijat kakiku yang rasanya
sudah mau patah.
Denia tertawa, “nikmati aja, kan
tinggal beberapa jam lagi “
Aira manyun.
Hampir
sepuluh menit, kami hanya duduk-duduk tanpa tahu kegiatan apa selanjutnya. Aira
mulai bosan, teman-teman mulai gaduh. Aira melihat cowok disebelah tempat
duduknya, rambutnya mengingatkan ia pada sosok tin-tin.
Dan
ketika kami mulai bosan, tiba-tiba...
“Jo...sudah
aku bilang jangan kurang ajar denganku, aku ini ketua panitia. Apa-apaan kamu
ngomong seperti itu ke Dekan“ suara cempreng Diana memecahkan kegaduhan kami.
Lalu senyap.
Yang bernama Jo
itu, duduk di meja panitia dekat panggung auditorium hanya diam. Kami terdiam,
kaget.
“Kenapa diam
saja ? ayo JAWABBB...!!!!!! “
Lalu, Brakkkk...!!!!!!,
Jo memukul meja. “ Kamu itu ya Din, jangan asal nuduh aja. Ngaca? Muka lo,
kayak paling bener aja “
“Din,
stoppp...kita salah bukan Jo, ada Maba yang mengadu kepada Dekan“ kata satu
panitia lagi yang tiba-tiba muncul dari pintu auditorium.
Yang bernama
Diana itu shock. Matanya nyalang menatap kami. Sepi.
“
ayoooo...ngaku ???? “ teriak Diana, seperti orang kesetanan.
“ Kalian
disini bukan untuk jadi tukang ngadu, kalian disini untuk belajar“ bentak Jo.
“Apa tidak
cukup pengorbanan kami, kami juga capek !!!! “ lanjut Diana, dengan suara
hampir menangis.
Aira mendengar
suara tangis yang tertahan. Ternyata ada temannya yang mulai menangis. Aira,
geram pikirnya ini acara apaan sih ???
“ Ooooh, saya
tahu diantara kalian ada anak dari dosen di fakultas kita“ mata Jo berkilat
licik.
Aira mendengus
kesal. Berpura-pura tak mendengar. Aira mulai jengah. Meski Dia juga ketakutan
dengan teriakan Jo, Diana, dan beberapa panitia lainnya. Aira mendengar langkah
kaki Jo dan Diana mendekat ke arahnya.
“Pasti kamu,
ya pasti kamu, saya tahu itu. Kamu jangan sok-sok an di kampus ini ya? Apa
tujuanmu?“ bentak Jo tepat disamping Aira, tak urung Aira menundukkan kepala.
Ngeri juga dibentak seperti ini.
“ Bukan saya “
Loh, Aira
mengangkat kepalanya. Dia nyengir ternyata bukan dia yang dibentak tapi si
rambut tin-tin itu. Denia mencengkram tangannnya erat. Dingin, Denia pasti
ketakutan.
“ Lalu siapa,
kamu pikir kita buta apa ? jangan bohong !!!!!!!! “ bentak Jo
“...”
“ Kenapa diam?
Takut???? “ desis Diana
“...”
Lalu tiba-tiba
ketika kami sudah diujung ketakutan kami, dan hampir ada sepuluh mahasiswi
menangis dari arah pintu auditorium muncul segerombolan panitia dengan petikan
gitar mereka bernyanyi.
“ Kemesraan ini jangan lah cepat
berlalu....”
Aku melihat
kearah mereka, oh aku baru sadar. Gila, kami dikerjain. Diana dan Jo menepuk
pundak si rambut tin-tin dan tertawa seraya meminta maaf. Panitia OSPEK menarik
teman-teman yang menangis termasuk Denia, untuk maju ke depan. Mereka bernyayi,
Aira melirik wajah si rambut tin-tin. Pucat, dan Aira tertawa. Dan dengan
diakhirinya acara bentak-bentakan tadi maka OSPEK telah berakhir.
Aira,
berteriak tertahan. Yess !!!
Komentar
Posting Komentar