“ Jika bersamamu adalah mimpi,
jangan pernah biarkan aku terbangun. Sungguh aku tak pernah mampu melepaskan
genggamanmu” @perihujan_
Jakarta, 31 Desember 2012.
Dika
menghentikan pointer mousenya, dia melihat jam yang berada di laptopnya. Pukul
23.49 berarti kurang sebelas menit menuju pergantian tahun. Dika mendorong
tubuhnya kesandaran kursi putarnya, tengkuknya kaku terlalu lama Ia paksa untuk
fokus pada laptopnya. Memelototi deretan angka-angka, menggumam tak jelas
berharap deretan angka-angka itu mau berdamai dengannya. Hanya angka-angka yang
dapat membuatnya sedikit melupakan sakit hatinya, melupakan perihnya
ditinggalkan, pahitnya mencintai tapi tak mampu memiliki. Hanya angka-angka itu
yang mampu memaksanya lupa dengan gadisnya.
Lama
dia terdiam sampai laptopnya meninggalkan screensaver.
Sepi, malam ini adalah pergantian tahun. Seharusnya dia pergi bersama
teman-teman kantornya ke puncak, atau menerima undangan Sarah untuk hadir pada pesta
barbeque di rumahnya. Tapi Ia lebih memilih
sendiri, terbenam pada tumpukan pekerjaannya. Di pojok kubikelnya. Saat ini Ia
hanya butuh lupa, karena lupa adalah obat atas luka.
“
D, aku kangen kamu..”
Malang, 31 Desember 2012.
Disty
menimang-nimang handphonenya. Mengetik deretan angka yang meski berusaha ia
lupakan setengah mati tapi tak mampu ia lupakan. Seperti pemilik nomor itu, dia
menempati tempat yang luas di jengkal memorinya.
Disty
menulis satu pesan, membacanya berulang-ulang lalu berakhir dengan
menghapusnya. Lelah, ia memilih meletakkan benda berwarna puth itu tergeletak
manis disebelahnya. Ia menekuk wajahnya.
Sudah
lama ia tak mendengar suaranya, mendengar tawa renyahnya, mendengar ia menyebut
namanya. Dia adalah keseharian, dia adalah kebiasaan, hingga ia tak menyadari
bahwa itu cinta. Disty mengguratkan sebuah nama di lantai teras rumahnya. Tanpa
ia sadari bulir bening mengalir di pelupuk matanya. Disty menengadah,
menahannya agar tak jatuh.
“
Dik, kamu dimana? Aku kangen.”
...bersambung.
Gambar diambil dari kangen
Komentar
Posting Komentar