Sudah lama saya tidak menyelesaikan buku dengan semangat. Saya membaca Kura-Kura Berjanggut tanpa ekspektasi, hanya berbekal jika buku ini memenangkan salah satu kategori bergengsi di Kusala Sastra Khatulistiwa. Jadi mari mereview buku setebal 900 halaman lebih ini.
Porsi terbesar novel ini bercerita tentang perang antara istana Lamuri melawan kongsi dagang Ikan Pari Itam. Perseteruan negara versus korporasi internasional ini berlangsung di seputar perebutan monopoli perdagangan merica.
Azhari Aiyub membagi dua fase perseteruan ini, menjadi perseteruan Ikan Pari Itam dan Sultan Maliksyah. Untuk naik jabatan Sultan Maliksyah, ayah dari Anak Haram ini melalui pergolakan dan sedikit tipu muslihat.
Tidak hanya itu Sultan Nurruddin alias Anak Haram naik takhta, juga lewat serangkaian pembantaian, termasuk pembersihan terhadap keluarga istana yang telah memenjarakannya dan orang-orang kongsi dagang Ikan Pari Itam berikut keluarga mereka.
Mengikuti perjalanan si Anak Haram ini sangat menyenangkan, bagaimana ia sebagai ‘Anak Sultan’ yang diasingkan dan bagaimana ia belajar ‘perang’ melalui permainan catur di penjara bawah tanah. Membaca Kura-Kura Beranggut seperti membaca ramalan yang menggambarkan kondisi saat ini hampir sama dengan keadaan beberapa ratus tahun lalu.
Pada halaman 222, saat Anak Haram akan bermain catur untuk taruhan dengan Lodewjk Abroldho, si Ujud menjelaskan jika Anak Haram bukanlah orang yang saleh. Pemimpin hanya memandang penting agama untuk memperkuat kedudukannya.
Kura-Kura Berjanggut ini novel yang menghibur. Banyak dibuat tertawa sekaligus merenung. Seperti membaca ramalan, karena novelnya menceritakan 'sejarah' dan seperti meramalkan masa depan. Seperti kutipan dari hal. 222 ini pic.twitter.com/KHigtyRXb6— Ay (@perihujan_) November 6, 2018
Atau kisah si Ujud penutur dalam kisah Kura-Kura Berjanggut, bagaimana ia seharusnya dapat dengan leluasa membalas sakit hatinya kepada Anak Haram justru menjadi orang kepercayaan si Sultan.
Saat, si Ujud menuturkan niatnya untuk kembali ke Lamuri dan menghabisi sang Sultan.
“Kau hanya waktu perlu menunggu waktu yang tepat,”
“Tidak akan pernah ada waktu yang tepat,”
“Tidak akan pernah ada bila kau tidak mewujudkannya,”
“Bahkan sebelum aku mendengar nasihatmu, aku sedang mewujudkannya.”
Novel Kura-Kura Berjanggut ini sangat runut. Menyenangkan membacanya, saya dibuat tertawa, tertegun dan berpikir. Sesekali mengulang halaman sebelumnya karena merasa terlewat. Kura-Kura Berjanggut adalah sekumpulan dendam yang beranak pinak. Menceritakan masing-masing tokoh dalam novel ini. Anak Haram, Kamaria, Si Buduk, sang narator Si Ujud, dan banyak lainnya.
Meskipun banyak tokoh dalam novel ini semua diceritakan secara runut. Diceritakan dengan detail bagaiamana keterikatan masing-masing tokoh. Maka 921 halaman untuk Kura-Kura Berjanggut dapat diselesaikan dengan suka cita.
Jadi 5/5 untuk kura-Kura Berjanggut.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWow. Wowwww.. Aku jadi penasaran. Tebal banget bukunya :)) kak ayu cepet juga bacanya.
BalasHapusHaha...iya, ceritanya emang menyenangkan. Buku terbaik tahun ini meskipun bacanya g bisa sambil tiduran 🐢
HapusNgeri bener retingnya 5/5 je.
BalasHapusDan yg paling ngeri lg bisa kelar dlm brp hari, salute!
Buku terbaik yang aku baca tahun ini 🤣 kemarin antara pengen cepet menyelesaikan atau dibaca pelan2. Eh, pelan2 pun tetep kelar semingguan 🐢🐢🐢
Hapus