Terkadang yang menjadi selamanya untuk kita bukanlah yang pertama, bisa jadi dia adalah yang mengisi kekosongan kita -- @perihujan_
Rinai
membersihkan wajah cemong Arya, ia tertawa memamerkan sebaris gigi yang penuh
dengan coklat yang melapisi choco cake
yang dimakannya tadi.
“Arya, berhenti
merepotkan Kak Rinai dong.” Haris, mengusap punggung Arya.
Arya malah
cekikisan.
“Hahaha, Arya
mirip Dika ya Kak? Tengilnya gak nahan.”
Haris mengangguk,
mengiyakan.
“Kak, Arya maen
kesana ya?” Arya menunjuk area bermain yang ada di cafe ini. Rinai dan Haris
mengangguk, tak menunggu anak berumur lima tahun itu melesat meninggalkan
mereka berdua.
Rinai mengaduk choco perfait nya. Hening.
“Hari ini kamu
benar tidak ada acara kan Rin? Kami tidak sedang mengganggu kan?” Haris
bertanya.
“Iya. Aku
benar-benar tidak ada acara kok.” Rinai menyakinkan.
Rinai berbohong,
tidak mungkin ia berkata pada Haris jika demi bertemu dengannya Ia mengingkari
janjinya bersama Angga. Berbohong jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan,
sehingga membatalkan janji yang telah mereka rencanakan seminggu yang lalu.
“Arya bahagia
sekali pergi bersama kamu kak?”
“Begitulah, ia
seperti menemukan kembali Kak Harisnya yang lama. Kamu tahu sendiri sejak aku
memutuskan menikah Arya kecewa sekali denganku. Mungkin dia tahu, kakaknya ini
gak cinta-cinta amat sama calon istrinya. Hahaha.”
Rinai hanya
nyengir, entah apa yang ada dipikiran laki-laki didepannya kini.
“Dan ketika aku
tak lagi bersama Puput, Arya adalah orang yang paling berbahagia mendengarnya.”
“..meski aku
berharap kamu pun demikian.” Tambahnya pelan.
Rinai, mengaduk
perfaitnya lagi. Gugup.
Tak dipungkiri
sewaktu mendengar Haris memutuskan menikah tiga tahun yang lalu ada yang
meradang di hatinya. Meski sejak prosesi lamaran Haris selalu meminta pendapat
kepada Rinai. Berulang kali menanyakan kepada Rinai, apakah ia baik-baik saja?
Bahkan lima menit sebelum Haris menucap Akad ia tetap menghubungi Rinai,
meminta pendapatnya. Rinai selalu menjawab tak mengapa, meski ada sembilu yang
mengiris ulu hatinya. Perih.
Seandainya Rinai
mempunyai nyali untuk berkata jangan, mungkin kegugupan ini tak akan pernah terjadi.
Dan mungkin saja
jerit tangis Arya tak akan pernah menjadi drama di acara pernikahan Haris dan
Puput. Semua orang disekitar mereka tahu, Arya itu ibarat reankarnasi Dika.
Lelaki yang memenuhi pikiran Rinai sebelum Haris, lelaki yang tentu dengan
ikhlas memilih Rinai berbahagia bersama Haris daripada dengan pria mana pun
dimuka bumi ini.
“Rin..”
“Hmm..”
“Dapatkah kita
kembali seperti dulu?”
Rinai mendongak,
menatap lurus ke arah Haris. Kaget.
“Aku masih
mencintaimu Rin.”
Rinai, kembali
menenggelamkan tatapannya pada perfait
yang kini sudah mencair. Ia tak ingin hatinya kembali luluh, lagi.
Mereka saling
diam. Berbicara dalam diam adalah kebiasaan mereka, berusaha membaca pikiran
masing-masing.
Sampai Arya
menghampiri mereka, merajuk untuk meninggalkan arena permainan. Bosan.
Haris menggendong
Arya, sementara Rinai berjalan di sebelahnya. Membawa balon yang didapat Arya
waktu di arena permainan tadi. Mungkin orang yang melihat Rinai bersama Haris
akan berpikir jika mereka adalah pasangan muda. Manis.
Tangan kiri Haris
menggapai tangan Rinai saat mereka melintas menuju parkiran mobil. Rinai terkejut,
tapi tetap membiarkan tangan Haris menggenggam tangannya. Rasa terlindungi itu
masih ada. Dan ia tahu, wajahnya terasa panas. Ia tahu, rasa itu tak pernah
berkurang sedkit pun.
Arya turun dari
gendongan Haris, saat mereka sampai di
depan mobil Haris.
Rinai mendekati
Arya, mengusap kepalanya. Arya tertawa, memamerkan giginya.
“Kak Rinai gak
ikut pulang sama Arya ya? Nanti kalau main ke Malang lagi kabar-kabari Kak
Rinai ya? Arya pulangnya sama Kak Haris saja.”
Arya mengerjap
tak rela.
“Gak mau, Arya
mau pulang sama Kak Rinai.”
“Arya..”panggil
Haris.
Rinai tersenyum,
berusaha tenang.
“Maaf.”
Haris meraih
pundak Arya, menenangkan.
“Gak mau, Arya
mau sama Kak Rinai.” Arya semakin berontak.
Haris berusaha
menenangkan, memeluk Arya semakin erat. Meski hatinya juga luluh lantah, ini
adalah penolakan Rinai. Arya pun tak mampu membuatnya kembali.
Rinai, berlalu
tak dihiraukan teriakan histeris Arya. Dan pandangan penuh ingin tahu di areal
parkir Mall Olympic Garden.
Rinai menjauh,
dan ia tahu air matanya tak pernah membohongi semua. Ia menangis, karena ia tahu
ada luka yang disembunyikannya. Ia masih mencintai Haris.
Tetapi takdir
telah memilih Angga, untuk menemani sisa hidup Rinai.
Pasuruan, 05 September 2013
Pic: google.com
Komentar
Posting Komentar