Jadi kemarin sepulang kerja saya menghabiskan waktu ngobrol dengan
teman lama saya via telpon. Teman yang sudah hampir dua tahun ini tidak pernah
saya temui. Teman saya sedang galau, jadilah saya malam itu kebagian jadi
tempat sampahnya.
Teman saya ini, sebut saja Aira tidak pernah yang namanya ribet dengan
kehidupannya. Hidupnya lurus-lurus saja, dan ia selalu terlihat bahagia. Dan saya
baru menyadari ternyata dibalik senyum bahagianya dia menyimpan satu beban. Dan
lagi-lagi tak jauh dari kata cinta.
Jadi Aira ini sudah pacaran lagi dengan seorang cowok setelah
hubungannya yang dengan calon dokter itu kandas di tengah jalan. Ia tak cerita
banyak tentang perihal gagalnya hubungan dia dengan si calon dokter itu yang
setahu saya mereka sangat terlihat normal dan baik-baik saja. Aira, galau bukan
karena gagal tapi bagaimana ia harus berterus terang tentang hubungannya dengan
pacar barunya itu. Berterus terang kepada Ibu dan juga sahabatnya. Saya sedikit
kaget saat ia bercerita dengan suara tercekat jika selama ini hubungannya
dengan sang pacar dia simpan rapat-rapat, bahkan kepada sahabatnya yang setahu
saya lebih dekat daripada saya.
“ Ibuku, tidak suka dengan cowok sunda “
Itu prolog, mengapa ia sampai hari ini belum berani menceritakan hubungannya
kepada sang Ibu. Ibunya antipati dengan hal yang berhubungan dengan sunda. Saat
saya tanya mengapa? Aira hanya diam saja. Saya ikut diam, bagaimana pun juga
ketika hal itu berhubungan dengan prinsip pasti susah mengubahnya. Saya masih
terdiam dan tak berkomentar saat ia bercerita tentang usahanya menutupi rahasia
ini kepada ibunya. Entah saya ikut merasa sakit. Sebegitukah kamu tak ingin
menyakiti ibumu?
“ Ibuku, masih berharap pada si Frans (sang dokter). Ibuku susah move
on dari dia “
Saat saya bertanya, apakah pacarnya tau? Dia hanya berkata dengan
serak. Tidak.
Dia bercerita bahwa ia berjuang sendiri, menghadapi tekanan ini. berusaha
terlihat baik-baik saja, padahal jelas bahwa semua tak baik.
Lalu, saat aku bertanya kenapa ia merahasiakan pada sahabatnya. Ia menjelaskan,
sahabatnya juga tidak suka kalau dia dekat dengan pacarnya saat ini. Nah,
akhirnya dia memilih backstreet dengan dua orang terpentingnya itu.
Sampai hari ini saya masih tidak habis pikir, apakah ia dapat bahagia?
Apakah memang cinta harus seperti itu? Benarkah cinta tak mampu menemukan
logika?
Ada beberapa orang memilih untuk bertahan meski ia tahu akhirnya,
memaksa berjuang dan berlari meski ia tahu yang ia dekati adalah jurang. Yang pada
akhirnya membuat ia terjatuh, lalu mati.
Menariknya saya jadi mengerti, dalam satu hubungan tak hanya tentang
dua orang tapi juga dengan sekitarnya. Apalagi jika hubungan itu untuk serius,
dan saya cukup mengerti cinta saja tak cukup membuat dua orang memutuskan menikah.
Bukankah seperti itu?
ps : foto diambil dari google
Komentar
Posting Komentar