Langsung ke konten utama

Virgo dan Hujan di Bulan Januari

copyright pexels.com
Dia adalah Virgo. Wanita dengan senyum yang selalu ia sembunyikan di balik masker.Ia membenci kamera, tidak seperti kebanyakan orang yang begitu memuja kamera. Ia suka bercerita, mungkin untuk membuang gugup atau membentengi agar tidak jatuh cinta kepada seseorang yang tidak tepat. Mungkin itu caranya untuk bertahan.

Januari bertanya tentang bagaimana perasaan Virgo siang itu, saat Januari sedang mengikuti meeting di kantor pusat yang kebetulan kota yang sama tempat Virgo tinggal beberapa bulan ini.

"Kita bagaimana?"

Virgo tidak menjawab. Ia memilih menghilang, membiarkan telpon dari Januari berhenti tanpa jawaban. Puluhan pesan ia biarkan menggantung tanpa balas. Bukan Virgo tidak mencintai laki-laki itu. Ia hanya merasa Januari tidak pernah mencintainya dengan tulus. Virgo merasa ada yang berbeda dengan Januari. Ia tak lagi sama dengan yang Virgo kenal beberapa tahun lalu. Virgo hanya takut kecewa, kepada Januari yang kerap datang kala ia merasa kesepian.

Maka itu adalah januari terakhir bagi Januari dan Virgo. Tidak ada lagi sapa hangat saat Januari merasa lelah. Virgo tahu ada wanita lain yang menemani kecanggungan Januari. Ia tahu ia tak lagi menjadi tempat Januari pulang. Tapi, Virgo masih menunggu pernyataan dari Januari.

Virgo tidak pernah bertanya kepada Januari, ia juga tidak pernah berniat mencari tahu tapi semesta selalu memiliki cara untuk menyampaikan pesan kepadannya. Ia menemukan nama perempuan itu berserakan di riuh timeline-nya. Wanita itu bernama Adilla.

Virgo semakin tenggelam dalam rutinitas karena itulah cara terbaiknya untuk melupakan. Ia membunuh sunyi dengan pergi jauh. Tapi ia masih setia menunggu Januari mengatakan perpisahan. Virgo masih mengharap Januari kembali datang sekadar mengetuk pintu.

Last Call.

Virgo membenci Bandara, tempat ia mengejar Januari. Virgo membenci Bandara tempatnya ia sadar meskipun berkali-kali Januari mengetuk pintu hatinya, Januari tidak pernah mencintainya. Virgo membenci Bandara, karena ia hanya tempat mengeluh Januari tapi bukan tempat Januari tinggal.

Last Call. Virgo menyeret kopernya.

Virgo masih menunggu Januari mengucap maaf. Untuk terakhir kalinya Virgo melihat ke arah luar, ia hanya melihat bayangan dirinya berlari sambil mengangkat Ketoprak dalam bungkus tas hitam. Miris.

Air mata Virgo luruh, dia tidak akan pernah menjadi prioritas untuk Januari.

Malang, 30 Januari 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berlibur ke Malang Selama 24 Jam? Berikut Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi

Kota Malang memang penuh daya tarik maka tidak heran jika setiap hari selalu saja wisatawan yang datang untuk berkunjung ke kota ini. Malang memang berbeda, meskipun di beberapa tempat mulai macet tidak mengurungkan niat pecintanya untuk berkunjung. Jika kamu berniat berkunjung ke kota Malang hanya sehari, itenary ini bisa menjadi pertimbangan buatmu. Yuk, mari! 06.00 – 07.30, Jalan Kawi Mengisi perut dengan sajian khas kota Malang bisa menjadi alternatif buat kamu. Salah satu yang khas dari kota Malang adalah Pecel Kawi, yang berada di Jalan Kawi. Jika kamu tidak seberapa suka Pecel, di sepanjang jalan Kawi banyak kuliner lainnya. Lokasinya pun masih satu tempat dengan Pecel Kawi, ada Nasi Buk Madura, Widuri yang menyediakan masakan campur, dan Nasi Krawu. 08.00-10.00, Alun-Alun Puas dengan sarapan khas kota Malang. Kamu bisa mencari angkot LG menuju arah pusat kota. Ada Alun-alun, dan Tugu 0 kilometer di bawah jembatan penyebrangan. Tidak perlu khawatir, di alun-alun...

Hari Bersama Sheila On 7, Pengalaman Pertama Nonton Konser

Tanggal 22 September 2016 adalah hari bersejarah buat saya. Bukan, saya tidak mendapat promosi jabatan atau Partner akhirnya melamar saya. Tapi pada tanggal tersebut saya berkesempatan untuk nonton konser. Yeay! Umur yang hampir menginjak angka 30, baru kali ini saya menonton konser. Hahaha. Norak? Iya, biarin. Yeay..foto dulu sebelum nonton konser | c: @perihujan_ Berawal dari rasa kecewa karena batal ke Jakarta, akhirnya saya menerima ajakan teman untuk nonton konser Sheila On 7 di Graha Cakrawala UM pada tanggal 22 September kemarin. Saya datang ke konser tanpa ekspektasi apa pun. Hanya saja sepanjang hari, di kantor saya memutar lagu-lagu Sheila On 7 sekedar mengingat lagu-lagu mereka kembali. Yeah, saya memang agak buruk soal musik. Selain suara sumbang saya, enggak ada yang dapat saya banggakan dari pengetahuan musik saya. Jika menurut jadwal acara, Sheila On 7 seharusnya mulai naik panggung pukul 9 malam. Tapi nyatanya hingga hampir pukul 10 malam, Duta dan g...

Morning Pages

Menulis untuk jiwa/copyright  rawpixel.com   Writing is medicine. It is an appropriate antidote to injury. It is an appropriate companion for any difficult change - Julia Cameron. Menulis bagiku adalah obat. Menuangkan keluh, mencatat mimpi, hingga mematik harapan. Itulah alasan kenapa aku banting setir untuk berkarir di media. Harapannya sih, seru kali ya menulis terus dapat duit. Meskipun pas terjun kerja di media, ternyata pekerjaanku bukan menulis seperti yang di catatan-catatan yang pernah kutuliskan. Aku menulis untuk orang lain. Maka journaling adalah obat buatku. Saat aku tidak bisa menulis tentang hal-hal yang sensitif, menuliskan di buku jurnalku membuatku merasa tenang. Menulis untuk memberi makan jiwa aku menyebutnya. Biasanya setiap pagi sebelum memulai aktivitas aku menuliskan banyak hal di lembaran jurnalku. Hal random seperti enak mana tahu atau tempe, hingga seserius mengapa semakin ke sini hal-hal yang disebut ‘pertanda’ itu semakin jelas. Menuliskan hal itu ...