Langsung ke konten utama

Pindah.

Seminggu ini saya sibuk mengepak semua barang-barang yang di kos, dan tadi baru menyadari ternyata barang-barang saya (cukup) banyak. Semalam, sepulang kantor saya ngobrol bersama Mbak Murti tentang masalah pindah dan banyaknya barang yang harus diangkut esok hari. Kardus dan tas yang sesak berjejer di ruang tengah. Pindah, akhirnya setelah tiga tahun tinggal di Nusantara kami memutuskan untuk pindah. Tempat yang kami sebut rumahnya Bidadari \o/
Malam ini saya memandang kamar kos, kosong. Iya, semua barang sudah diangkut tadi pagi seharian saya bersama Mbak Murti sibuk menata semua barang-barang di sana agar nyaman untuk kami tinggali nanti. 
Nyaman? ah, saya jadi ingat dengan hati saya. Mungkin benar saya harus pergi dan 'pindah' dari hati yang lama karena ia terlalu sempit sehingga membuat saya susah untuk bernafas? Atau saya tak lagi nyaman. Banyak alasan untuk pembenaran atas pindah. Sempit, tak lagi nyaman, sesak dan tak lagi cocok. Sesederhana itu, mungkin saya sudah lupa tentang segala remeh temeh yang sempat saya pertahankan. Sudah jengah dengan segala teori, bahwa tak ada yang sia-sia. Dan berjuang haruslah sampai akhir. Pembelaan atas teori-teori, dan juga membohongi keinginan hati.Jika detik ini saya menyerah anggap saja saya kalah, dan semoga semua akan bahagia pada akhirnya.
Anggap saja akan sesederhana itu. 

Jadi pindah yuk :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tahun Lalu Itu 2019

    2019 itu lima tahun yang lalu. Aku tersenyum membaca pesan dari dia. Ternyata sudah lima tahun kami tidak saling menyapa, meskipun update kehidupannya masih melintas di linimasa akun linkedin-ku.  Lima tahun lalu namanya selalu muncul pertama kali di notifikasi whatsApp-ku. Dulu, kami pernah meyakini bahwa jarak hanya satuan untuk orang lemah. Dan akhirnya, kami menjadi bagian orang lemah itu. Kata orang akan selalu ada kesempatan kedua untuk hal yang terlewatkan. Tinggal kita mau atau tidak. Menganggap itu kesempatan atau hanya sekadar pembuktian semata. Dan ia pun menyapaku kembali setelah lima tahun berlalu. Kamu akhirnya ke Jepang ya? Gimana, seru? Menyebalkan sekali pertanyaannya, karena akhirnya aku tahu ia tak pernah berubah. Ia tetap melihatku, sementara aku hanya tahu dari update linkedin-nya. Menandakan dia ‘hidup’. Bagian menyebalkan lainnya aku melewatkan masa lima tahun itu, tapi ia tetap melihatku bertumbuh. Ia tahu aku mengeluhkan banyak hal, ia juga ta...

Berlibur ke Malang Selama 24 Jam? Berikut Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi

Kota Malang memang penuh daya tarik maka tidak heran jika setiap hari selalu saja wisatawan yang datang untuk berkunjung ke kota ini. Malang memang berbeda, meskipun di beberapa tempat mulai macet tidak mengurungkan niat pecintanya untuk berkunjung. Jika kamu berniat berkunjung ke kota Malang hanya sehari, itenary ini bisa menjadi pertimbangan buatmu. Yuk, mari! 06.00 – 07.30, Jalan Kawi Mengisi perut dengan sajian khas kota Malang bisa menjadi alternatif buat kamu. Salah satu yang khas dari kota Malang adalah Pecel Kawi, yang berada di Jalan Kawi. Jika kamu tidak seberapa suka Pecel, di sepanjang jalan Kawi banyak kuliner lainnya. Lokasinya pun masih satu tempat dengan Pecel Kawi, ada Nasi Buk Madura, Widuri yang menyediakan masakan campur, dan Nasi Krawu. 08.00-10.00, Alun-Alun Puas dengan sarapan khas kota Malang. Kamu bisa mencari angkot LG menuju arah pusat kota. Ada Alun-alun, dan Tugu 0 kilometer di bawah jembatan penyebrangan. Tidak perlu khawatir, di alun-alun...

Morning Pages

Menulis untuk jiwa/copyright  rawpixel.com   Writing is medicine. It is an appropriate antidote to injury. It is an appropriate companion for any difficult change - Julia Cameron. Menulis bagiku adalah obat. Menuangkan keluh, mencatat mimpi, hingga mematik harapan. Itulah alasan kenapa aku banting setir untuk berkarir di media. Harapannya sih, seru kali ya menulis terus dapat duit. Meskipun pas terjun kerja di media, ternyata pekerjaanku bukan menulis seperti yang di catatan-catatan yang pernah kutuliskan. Aku menulis untuk orang lain. Maka journaling adalah obat buatku. Saat aku tidak bisa menulis tentang hal-hal yang sensitif, menuliskan di buku jurnalku membuatku merasa tenang. Menulis untuk memberi makan jiwa aku menyebutnya. Biasanya setiap pagi sebelum memulai aktivitas aku menuliskan banyak hal di lembaran jurnalku. Hal random seperti enak mana tahu atau tempe, hingga seserius mengapa semakin ke sini hal-hal yang disebut ‘pertanda’ itu semakin jelas. Menuliskan hal itu ...