Langsung ke konten utama

Bapak(ku)

"Jika masih ada Bapak, mungkin semuanya akan lebih mudah."

Selamat malam pak, Ayu lagi kangen Bapak malam ini.
Bapak apa kabar? sudah lama tidak mendengar suara canggung Bapak saat menelpon Ayu. Menanyakan hal-hal biasa yang sering Ayu anggap sebagai kekhawatiran yang terlalu.
Ayu kangen pak,
Saat ini Ayu sedang sibuk menyelesaikan tugas akhir, ya semoga semester ini (benar-benar) menjadi semester terakhir Ayu. Bukankah Bapak selalu menanyakan ini.
Ayu kangen pak,
Setiap kali melihat tumpukan seragam kerja, kemeja yang tak terlipat rapi. Ayu selalu ingat kalimat yang selalu Bapak utarakan "Lihat, Bapak ini selalu rapi. Rapinya nomor satu." Dan selalu, Ayu akan berhu..hu..hu.. ria, Ayu selalu merindukan masa-masa itu.
Ayu kangen pak,
Kangen saat bertanya kapan Ayu pulang, sekedar memastikan bahwa semua baik.
Ayu kangen pak,
Selepas Bapak pergi, banyak yang berubah. Ketika semua orang berusaha memberikan senyum terbaik mereka, menenangkan, menabahkan. Ikhlas, kata mereka. Apa salah, jika Ayu bilang terlalu sebentar Ayu bersama Bapak.
Ayu kangen pak,
Rasanya baru kemarin Bapak mengantar Ayu kembali ke Pasuruan. Berkata dengan canggung, berpesan agar aku baik-baik saja di Pasuruan. Dan tentu saja agar aku segera menyelesaikan kuliah kali ini.
Ayu kangen pak,
Ayu ingin pulang, memeluk Bapak lebih lama lagi. Bisakah?


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tahun Lalu Itu 2019

    2019 itu lima tahun yang lalu. Aku tersenyum membaca pesan dari dia. Ternyata sudah lima tahun kami tidak saling menyapa, meskipun update kehidupannya masih melintas di linimasa akun linkedin-ku.  Lima tahun lalu namanya selalu muncul pertama kali di notifikasi whatsApp-ku. Dulu, kami pernah meyakini bahwa jarak hanya satuan untuk orang lemah. Dan akhirnya, kami menjadi bagian orang lemah itu. Kata orang akan selalu ada kesempatan kedua untuk hal yang terlewatkan. Tinggal kita mau atau tidak. Menganggap itu kesempatan atau hanya sekadar pembuktian semata. Dan ia pun menyapaku kembali setelah lima tahun berlalu. Kamu akhirnya ke Jepang ya? Gimana, seru? Menyebalkan sekali pertanyaannya, karena akhirnya aku tahu ia tak pernah berubah. Ia tetap melihatku, sementara aku hanya tahu dari update linkedin-nya. Menandakan dia ‘hidup’. Bagian menyebalkan lainnya aku melewatkan masa lima tahun itu, tapi ia tetap melihatku bertumbuh. Ia tahu aku mengeluhkan banyak hal, ia juga ta...

Berlibur ke Malang Selama 24 Jam? Berikut Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi

Kota Malang memang penuh daya tarik maka tidak heran jika setiap hari selalu saja wisatawan yang datang untuk berkunjung ke kota ini. Malang memang berbeda, meskipun di beberapa tempat mulai macet tidak mengurungkan niat pecintanya untuk berkunjung. Jika kamu berniat berkunjung ke kota Malang hanya sehari, itenary ini bisa menjadi pertimbangan buatmu. Yuk, mari! 06.00 – 07.30, Jalan Kawi Mengisi perut dengan sajian khas kota Malang bisa menjadi alternatif buat kamu. Salah satu yang khas dari kota Malang adalah Pecel Kawi, yang berada di Jalan Kawi. Jika kamu tidak seberapa suka Pecel, di sepanjang jalan Kawi banyak kuliner lainnya. Lokasinya pun masih satu tempat dengan Pecel Kawi, ada Nasi Buk Madura, Widuri yang menyediakan masakan campur, dan Nasi Krawu. 08.00-10.00, Alun-Alun Puas dengan sarapan khas kota Malang. Kamu bisa mencari angkot LG menuju arah pusat kota. Ada Alun-alun, dan Tugu 0 kilometer di bawah jembatan penyebrangan. Tidak perlu khawatir, di alun-alun...

Morning Pages

Menulis untuk jiwa/copyright  rawpixel.com   Writing is medicine. It is an appropriate antidote to injury. It is an appropriate companion for any difficult change - Julia Cameron. Menulis bagiku adalah obat. Menuangkan keluh, mencatat mimpi, hingga mematik harapan. Itulah alasan kenapa aku banting setir untuk berkarir di media. Harapannya sih, seru kali ya menulis terus dapat duit. Meskipun pas terjun kerja di media, ternyata pekerjaanku bukan menulis seperti yang di catatan-catatan yang pernah kutuliskan. Aku menulis untuk orang lain. Maka journaling adalah obat buatku. Saat aku tidak bisa menulis tentang hal-hal yang sensitif, menuliskan di buku jurnalku membuatku merasa tenang. Menulis untuk memberi makan jiwa aku menyebutnya. Biasanya setiap pagi sebelum memulai aktivitas aku menuliskan banyak hal di lembaran jurnalku. Hal random seperti enak mana tahu atau tempe, hingga seserius mengapa semakin ke sini hal-hal yang disebut ‘pertanda’ itu semakin jelas. Menuliskan hal itu ...