copyright pexels.com "Selamat ulang tahun," bisikku tepat jam menunjuk pukul dua belas malam. Lilin yang berada di atas kue ulang tahun dengan ukiran namamu menyala terang. Wajahmu terlihat tampan malam ini, dari balik siluet cahaya lilin. Aku mengusap tulang pipimu pelan. Lalu tersenyum. "Selamat ulang tahun," ulangku, kali ini lebih pelan. Aku melihat senyummu. Aku mengamatinya, menyimpannya dalam setiap sel otakku. Takut jika ulang tahun berikutnya aku tak lagi bersamamu. Bukankah ketakutan terbesarku adalah kehilanganmu. "Selamat ulang tahun," Kali ini aku tidak melihat senyummu, hanya tangis tertahan saat kedua tanganku menancapkan pisau tepat di dada wanita yang kamu nikahi lima tahun lalu. Tanganku lincah mencukil kedua bola matanya. Bola mata yang kamu agungkan di belakangku. Bola mata yang membuatmu tak lagi melihatku. "Selamat ulang tahun dan terima kado sepasang mata yang kamu puja di belakangku ini." ...
Kerena menulis adalah cara terbaik mengabadikan kenangan