Langsung ke konten utama

(N)ever Ending Love

Empat bulan yang lalu, saya mempunyai pikiran bahwa saya akan mati. Patah hati, ternyata bukanlah akhir dari kehidupan saya. Hingga hari ini saya masih hidup, masih bisa tertawa, masih bisa menjalani kehidupan normal meski status saya berupah menjadi cewek single alias jomlo XD
Tak memiliki pacar bukan berarti kehidupan saya berakhir bukan? Meski banyak yang mempertanyakan mengapa saya mengakhiri hubungan ini. Entah tak sedikit yang akhirnya bersorak, entah bahagia atau akhirnya keinginanannya terwujud. Melihat saya gagal :D
Saya sempat merutuki semua ini, menangis setiap hari hingga saya sadar menangis tak akan membuat semua menjadi sesuai keinginan saya. Iya, pilihan ini tak pernah mudah untuk saya.
Saya masih suka stalking di semua akun socmed mantan, meski berakhir dengan sakit hati karena si mantan cepat sekali move on nya dan tidak segalau dan selebay saya waktu awal putus. Iya, dia tak merasa kehilangan saya. Kabar bahagia bukan?
Menyadari ia telah berlalu sementara saya dengan setengah mati berusaha melupa. Sampai melakukan perjalanan absurd biar hilang kegilaan saya pasca putus. Ternyata saya salah, semakin memaksa lupa ia semakin gencar muncul dalam ingatan saya. Ia, seperti candu.
Hingga pada satu postingan di salah satu akun socmednya saya menyadari satu hal, dia telah berlalu. Ia sudah menghapus saya dalam kehidupannya. Ia telah memilih wanitanya. Sedih? Saya sempat menangis, bukan karena saya menyesali mengapa ia secepat itu melupakan saya. Tapi saya menyesal mengapa saya terlambat menyadarinya. Seandainya saya lebih peka, mungkin penyesalan ini tak akan pernah ada. Mungkin saya tak perlu menangis seharian merutuki satu baris kalimat yang tak genap seratus empat puluh kata itu, Ia yang begitu kecewa dengan saya.

Sekarang setelah empat bulan berlalu, saya ingin kembali menyapanya. Bukan untuk berbasa-basi atau memintanya untuk kembali, tapi saya ingin memintanya untuk berteman lagi bersama saya. Iya, saya dan dia sebelum mencinta adalah sepasang manusia yang tertaut dalam ikatan pertemanan.


Hei, kamu kapan kita berteman lagi?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Tahun Lalu Itu 2019

    2019 itu lima tahun yang lalu. Aku tersenyum membaca pesan dari dia. Ternyata sudah lima tahun kami tidak saling menyapa, meskipun update kehidupannya masih melintas di linimasa akun linkedin-ku.  Lima tahun lalu namanya selalu muncul pertama kali di notifikasi whatsApp-ku. Dulu, kami pernah meyakini bahwa jarak hanya satuan untuk orang lemah. Dan akhirnya, kami menjadi bagian orang lemah itu. Kata orang akan selalu ada kesempatan kedua untuk hal yang terlewatkan. Tinggal kita mau atau tidak. Menganggap itu kesempatan atau hanya sekadar pembuktian semata. Dan ia pun menyapaku kembali setelah lima tahun berlalu. Kamu akhirnya ke Jepang ya? Gimana, seru? Menyebalkan sekali pertanyaannya, karena akhirnya aku tahu ia tak pernah berubah. Ia tetap melihatku, sementara aku hanya tahu dari update linkedin-nya. Menandakan dia ‘hidup’. Bagian menyebalkan lainnya aku melewatkan masa lima tahun itu, tapi ia tetap melihatku bertumbuh. Ia tahu aku mengeluhkan banyak hal, ia juga ta...

Berlibur ke Malang Selama 24 Jam? Berikut Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi

Kota Malang memang penuh daya tarik maka tidak heran jika setiap hari selalu saja wisatawan yang datang untuk berkunjung ke kota ini. Malang memang berbeda, meskipun di beberapa tempat mulai macet tidak mengurungkan niat pecintanya untuk berkunjung. Jika kamu berniat berkunjung ke kota Malang hanya sehari, itenary ini bisa menjadi pertimbangan buatmu. Yuk, mari! 06.00 – 07.30, Jalan Kawi Mengisi perut dengan sajian khas kota Malang bisa menjadi alternatif buat kamu. Salah satu yang khas dari kota Malang adalah Pecel Kawi, yang berada di Jalan Kawi. Jika kamu tidak seberapa suka Pecel, di sepanjang jalan Kawi banyak kuliner lainnya. Lokasinya pun masih satu tempat dengan Pecel Kawi, ada Nasi Buk Madura, Widuri yang menyediakan masakan campur, dan Nasi Krawu. 08.00-10.00, Alun-Alun Puas dengan sarapan khas kota Malang. Kamu bisa mencari angkot LG menuju arah pusat kota. Ada Alun-alun, dan Tugu 0 kilometer di bawah jembatan penyebrangan. Tidak perlu khawatir, di alun-alun...

Morning Pages

Menulis untuk jiwa/copyright  rawpixel.com   Writing is medicine. It is an appropriate antidote to injury. It is an appropriate companion for any difficult change - Julia Cameron. Menulis bagiku adalah obat. Menuangkan keluh, mencatat mimpi, hingga mematik harapan. Itulah alasan kenapa aku banting setir untuk berkarir di media. Harapannya sih, seru kali ya menulis terus dapat duit. Meskipun pas terjun kerja di media, ternyata pekerjaanku bukan menulis seperti yang di catatan-catatan yang pernah kutuliskan. Aku menulis untuk orang lain. Maka journaling adalah obat buatku. Saat aku tidak bisa menulis tentang hal-hal yang sensitif, menuliskan di buku jurnalku membuatku merasa tenang. Menulis untuk memberi makan jiwa aku menyebutnya. Biasanya setiap pagi sebelum memulai aktivitas aku menuliskan banyak hal di lembaran jurnalku. Hal random seperti enak mana tahu atau tempe, hingga seserius mengapa semakin ke sini hal-hal yang disebut ‘pertanda’ itu semakin jelas. Menuliskan hal itu ...