Waktu menulis postingan ini saya baru saja melepas kepergian seorang teman untuk bertemu pacarnya (MELEPAS). Yeah, si teman seorang cewek paruh baya yang sempat menjadi barisan terdepan untuk menolak saya lanjut dengan pacar yang berakhir mantan (stop curhatnya).
Iya, setiap minggu sang teman bertemu pacarnya, setelah sekian minggu saya akhirnya bertanya. "Loh, gak dijemput lagi?"
Si teman hanya menggeleng, "Kalau menuruti rewel minta di jemput gak bakalan ketemu. Iya kalau pacaran jaman dulu, nunggu di jemput."
Saya hanya manggut, mungkin si teman membatin, nih bocah riwil banget sih. Sudah jomblo jangan banyak protes sama orang yang mau pergi pacaran. Okay, fine *nenggak kolak*
Mungkin topik, orang pacaran, jatuh cinta, lagi sayang-sayangan, lagi prepare mau menikah adalah topik sensitif buat saya akhir-akhir ini. Iya, patah hati membuat saya sedikit rapuh jika bersinggungan dengan hal ini.
Balik ke topik...
Saya jadi ingat kejadian awal saya pacaran dengan mantan, saat tahu saya jadian dengannya sang teman menolak mentah-mentah. Alasannya? karena sang mantan tidak pernah menjemput atau berkunjung di Pasuruan. Sekedar mengatakan hai kepada saya, dan sang teman tidak ikhlas jika ia (mantan) mendapat tempat yang istimewa.
Sampai akhirnya kami memutuskan berpisah pun, ia tak pernah mengunjungi kota tempat saya berada. Kota sehari-hari saya berkutat dengan pekerjaan. Saya tiap weeknd yang memilih untuk berkunjung ke kotanya.
Mungkin teman saya tak pernah tahu, alasan saya menempuh jarak untuk bertemu dengan pacar adalah sama dengannya. Cinta.
Mungkin teman saya juga tak pernah mau tahu, bahwa apa yang ia lakukan sekarang pun karena cinta. Ah, biar saja ia tak tahu. Biarkan ia tetap dengan penilainnya, bahwa apa yang saya perjuangkan adalah hal bodoh.
Saya dan teman mungkin dibilang sama, tapi saya mungkin akan berbeda. Saya tak akan pernah menganggap bodoh jika ada seorang wanita mengunjungi pria yang dicintainya.
Selamat malam, selamat jatuh cinta teman.
Pasuruan, 29 Juni 2014.
Komentar
Posting Komentar