Tadi saya ketiban curhat salah satu teman yang lumayan akrab. Tiba-tiba sms dan hanya berujar “ saya resign “. Saya tak segera mereplay sms tersebut, malah bengong, kaget, dan takjub. Bagaimana mungkin teman saya itu memutuskan resign ? mengingat reputasinya di kantor, lurus dan gak neko-neko.
Sang teman dengan santainya mengatakan alasan kenapa dia memutuskan untuk resign
" Aku hanya ingin mensejahterakan diriku, gak selamanya bahagia itu diukur dengan materi. Mungkin perusahaan dapat menggajiku begitu besar, memberiku fasilitas yang luar biasa mewah. Tapi perusahaanku lupa tidak semuanya dapat dinilai dengan materi. Aku cuma butuh pengakuan, dan disini aku tidak mendapatkannya. Rupanya bos aku perlu belajar ilmu manajemen, hahahaha " ujarnya diujung telpon.
Saya terdiam mengingat peristiwa beberapa bulan lalu ketika saya memutuskan untuk resign. dari kantor pertama saya Keputusan terbesar saya selama tahun 2011. Dan hebatnya saya dapat melaluinya, berbekal positif thinking dan membuang semua pikiran-pikiran negatif tentang kemungkinan buruk setelah saya resign. Dan saya bahagia dengan pilihan saya.
Mendengar alasan resign teman saya tersebut mengingatkan saya bahwa tidak semua kompensasi atas kinerja selalu diukur dengan materi, karena ada pada satu titik manusia sebagai individu memerlukan pengakuan atas kinerjanya. Dan sayang sekali banyak kelompok manajerial sering melalaikan hal tersebut.
Komentar
Posting Komentar