Perjalanan saya bersama partner
of crime saya kali ini berbeda. Jika biasanya kita memilih berkeliling tempat
nyentrik di sekitaran kota, kali ini kita ingin menyusuri Malang dari Jaman
Singosari. Maka disinilah kami, memilih Candi Badut dan Candi Jago sebagai
destinasi liburan hore kita kali ini.
Pagi itu, dengan diiringi gerimis
kami menumpangi angkot AT untuk menuju Tidar, lokasi Candi Badut. Ternyata tak
sulit untuk menuju lokasi, dari pangkalan AT kita lurus saja berjalan kurang
dari 100 meter kita akan menemui papan nama menuju Candi Badut. Lokasi Candi
Badut berada persis di lingkungan perumahan warga, jadi aksesnya pun mudah.
![]() |
Penampakan Candi Badut |
Untuk masuk ke area Candi, kita
tidak dipungut biaya alias gratis. Ukuran Candi Badut tidak terlalu besar, ada
satu bangunan selain bangunan utama Candi Badut yang mirip petilasan yang ada
di Candi Tikus, Trawulan. Sayangnya tidak ada papan keterangan yang menunjukkan
bangunan itu fungsinya apa.
![]() |
Me !! |
Di area dalam candi ada tempat
yang sepertinya digunakan sebagai tempat peribadatan. Jadi, bentuk dari Candi
Badut itu persegi lalu di tengahnya ada tempat untuk peribadatan. Karena cuaca
mendung kami puas berfoto di area Candi Badut. Cagar budaya ini cukup terawat,
rumput di sekitar candi pun terawat rapi. Meski toilet yang berada di dekat
Candi sedikit merusak pemandangan, kami cukup menikmati jalan-jalan kami.
![]() |
view paling favorite |
![]() |
Pura-puranya sih candid. |
Setelah puas mengelilingi area
Candi yang memang tak begitu luas, dan sok beranalisa dengan relief yang ada di
badan Candi kami meninggalkan Candi Badut yang siang itu sudah mulai banyak
pengunjung.
Kami berjalan lagi, kembali ke
pangkalan angkot AT untuk menuju ke Terminal Arjosari melanjutkan perjalanan ke
Candi Jago.
Candi Jago atau Candi Jajaghu berada di
Tumpang, yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Malang. Dari Arjosari,
kami menumpang angkot TA. Kurang lebih 45 menit perjalanan akhirnya kami sampai
di Tumpang. Letak Candi Jago ini dekat dengan Pasar Tumpang, jaraknya 200 meter
dari jalan utama.
Sebelum memasuki area Candi, kita
wajib mengisi buku tamu. Dan seperti di Candi Badut, untuk masuk ke Candi Jago
tidak dipungut biaya alias gratis.
Ukuran Candi Jago lebih besar dan
luas dibanding Candi Badut. Dan lagi, Candi Jago letaknya persis di pinggir
jalan dan berada di tengah lingkungan rumah warga. Tadi sempat berfoto, dan
sibuk menyamarkan rumah warga yang persis berdiri di samping Candi Jago.
![]() |
Penampakan Candi Jago |
Bangunan Candi Jago sudah sedikit
rapuh, batu yang membentuk Candi pun kalau dipijak sudah mulai oleng. Tetapi
relief yang ada di batuan Candi masih terlihat jelas, berbeda dengan yang ada
di Candi Badut.
![]() |
Relief di Candi Jago |
Secara keseluruhan Candi Jago ada
tiga undakan. Dan yang pasti Candi Jago tidak banyak berubah seperti 21 tahun
yang lalu, saat untuk pertama kalinya saya berkunjung di tempat ini. Hanya
saja, saya merasa batu yang menyusunnya memang sudah usang, tak lagi sekokoh
dulu. Tadi saya juga sempat mencari batu yang mirip seperti bekas pantat
manusia, yang dulu kata nenek saya adalah bekas duduk para Dewa. Dan saya
mempercayainya :D sayangnya saya tadi tidak berhasil menemukannya, atau saya
yang tidak berkonsentrasi karena terlalu takut kalau terjatuh. Setelah selesai
berkeliling area Candi, dan karena pengunjung mulai ramai kami memutuskan untuk
pulang. Kami berjalan lagi ke area Pasar Tumpang, kembali menaiki TA untuk
kembali ke Arjosari.
![]() |
Wigi on Action |
Banyak hal yang saya dapat dari
perjalanan kali ini, destinasi untuk #KentjanMalang sepertinya akan semakin
meluas. Ah, saya selalu menyukai perjalanan ini. Tak harus ke tempat yang wah,
karena bagi saya bukan perkara kemananya tetapi bersama siapanya. Dan yang
terpenting Malang itu keren, apalagi tempat-tempat sejarahnya.
![]() |
Pulang dulu ya :D |
Sip, jadi kemana lagi tujuan
#KentjanMalang selanjutnya?
Komentar
Posting Komentar