Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Aku, Kamu dan Sekotak Kenangan Kita.

Aku memutar gelas iced coffeeku yang belum kuminum sama sekali. Minuman kegemaranku dan juga Dia. Aku memandang keluar area warung waralaba itu. Hari ini tepat lima bulan aku dan dia bertemu tanpa sengaja di tempat ini. Pertemuan yang tak pernah kami duga, karena setelah hampir dua tahun aku dan dia hanya bertukar sapa di linimasa. Dan sesekali mengetahui dimana satu sama lain berada dari check in yang tertinggal di foursquare. Semua berbeda. Aku membuka akun twitterku, berharap menemukan obrolannya bersama Fania terekam di sana. Setidaknya kicauannya menandakan bahwa semua berjlan dengan normal. Tetapi kosong, tak ada satu pun kicauannya kutemukan di linimasa. Ragu aku berniat membuka akunnya tapi urung. Aku tak ingin ia menyadari jika aku terlalu sering memantau linimasanya. Ketakutan yang lucu, padahal rutinitas ini sempat menjadi candu bagiku. Handphoneku kembali aku letakkan di samping french fries yang sudah dingin. Ada kosong sejak ia memutuskan kembali bersama

Meninggalkanmu.

Akhirnya saya memtuskan untuk Deactivate accoun twitter @perihujan_ Akun yang menemani riwil saya sejak tahun 2009 :) Ada perasaan aneh, ketika pagi tanpa mendengar notifikasi mention atau DM. Twitter bagi saya adalah dunia kecil yang cukup mengerti saya. Dunia yang tanpa perlu meributkan saya harus bagaimana. Hingga akhirnya, twitter tak lagi menarik bagi saya. Banyak helaan nafas, yang akhirnya membuat saya mengambil keputusan untuk berhenti. Hai, Stalker...semoga kamu berbahagia. Anggap saja aku kalah jika itu membuatmu puas. Ambil dan genggam seerat mungkin, apa yang kau takutkan akan berlalu darimu. Peluk ia seerat kau mampu, dan jangan biarkan ia melihatku atau mengingatku sebagai teman sekalipun. Kamu berbahagialah. Pasuruan, 29 januari 2013.

After All

Aku merefresh contact yang ada pada contact list WhatsAppku. Ada namanya pada urutan teratas, dan aku membaca status yang ditulisnya. “Bukan kita yang berubah, hanya kita yang telah merubah prioritas.” Apa dia sedang menyindirku? Sejak aku memutuskan memulai membuka hati, dan menerima ajakan Fania untuk kembali. Aku dan dia tak lagi seperti dulu, tak ada lagi obrolan tak penting disela waktu istirahatku. Saat aku tak lagi penat dengan segudang pekerjaan chatting darinya tak lagi menjadi rutinitas, voice note darinya tak lagi memenuhi folderku. Sekarang aku disibukkan bagaimana membuat Fania tetap bertahan disisiku, bagaimana aku tetap mengokohkan hati agar tak runtuh oleh jarak yang ada diantara aku dan Fania. Kita berubah. Aku mengetik satu pesan untuknya, berulang kali tetapi aku urungkan. Aku ketik, baca kemudian kudelete. Berulang kali. Takut. Bukankah dia telah memilih hati yang lain? Bukankah dia akan baik-baik saja? Aku tak ingin mengganggunya dengan sapaan